Archive

Archive for October, 2009

Road to Unimed

October 22, 2009 Leave a comment

"Oom! kita meluncur ke Unimed yuk!" aku mengajak Om Yardi dengan hati yang senang gembira, menggebu-gebu! Hari itu Om bisa seharian menemani aku kemana pun aku ingin pergi. Segera aku menghubungi kakak agar ia tahu bahwa aku akan menemuinya di sana dan memberikan ‘Gift’ yang gak akan ia duga. Awalnya aku khawatir kalo kakak gak punya waktu kira-kira 15 menit aja untuk bertemu, tapi memang keberuntunganku hari itu bisa ketemu. Setidaknya ‘Gift’ ini sampai ke tangannya. Kami harus bergegas, dalam waktu 30 menit kami harus sudah sampai di Unimed, kakak tidak punya banyak waktu. Owh!
Oom memilih jalur tol (alternatif) dengan resiko kemacetan di daerah Amplas dan Pancing. Selain itu, kemacetan jalur Suka Rame benar-benar gak bisa diperkirakan. Tepat waktu! Perjalanan dari Padang Bulan menuju kampus Unimed ditempuh dalam waktu 30 menit dan gak ada kemacetan sama sekali. Kunjungan ini adalah kunjungan yang pertama kali bagi kami (aku dan Oom).
Ketika memasuki gerbang kampus Unimed, kami benar-benar kagum akan keasriannya. Sepanjang jalan dinaungi kanopi pohon-pohon, kemudian di setiap fakultas diperindah dengan lapangan hijau dan sangat teduh. Setelah melewati pos satpam, Oom bertanya kepadaku di mana lokasi fakultas Ilmu Sosial (FIS) itu. Kakak mengajar di fakultas Ilmu Sosial dan dia menyarankan untuk bertemu di gedung FIS. Aku menggelengkan kepala, gak tau di mana lokasinya. Dua orang mahasiswi yang manis-manis dan sangat kental logat daerahnya memberitahu kami lokasi gedung FIS. Terima kasih untuk kedua mahasiswi yang ramah dan manis itu.
Kami menelusuri jalan perlahan-lahan supaya gak kesasar. Masih dipandu oleh kakak via ponsel, jalan lurus ini pun ditelusuri hingga akhirnya kami melihat sebuah taman. Ingin rasanya duduk-duduk di sana sambil mengobrol panjang-lebar. Di bawah Pohon Rindang (biasa disingkat De-Pe-eR) yang tertata apik dalam taman yang luas itu dan teduh, mahasiswa-mahasiswa berkumpul, berdiskusi dan bercanda-tawa. Di seberang taman itu lah letak gedung FIS. Kami melihat kakak berjalan ke arah kami dengan senyum yang manis. Ia mengenakan stelan kemeja berpotongan ramping dan berwarna cerah, kesuksesan kakak benar-benar terpancar.
Setelah memberikan ‘Gift’ itu ke kakak, aku diajak berkeliling menelusuri gedung FIS. Bukan gedung yang modern dan terdesain, hanya gedung lama yang menurutku telah direnovasi dan terawat. Di setiap sudut, aku melihat sekumpulan mahasiswa yang asik mengobrol dan berdiskusi. Ketika menaiki anak tangga, ternyata ruang kerja si kakak berada di lantai dua, banyak juga mahasiswa-mahasiswa yang duduk di situ. Mungkin mereka sedang menunggu kelas berikutnya. Aku jadi teringat masa-masa perkuliahan dulu. Menunggu kelas berikutnya memang hal yang membosankan, makanya pada masa itu aku dan teman-teman sekelas sering nongkrong di De Pe eR dan terkadang duduk-duduk di anak tangga.
Ada seorang mahasiswa yang menemui kakak untuk memberitahukan sesuatu yang penting. Mungkin tentang perkuliahan, pembicaraan mereka gak begitu terdengar olehku. Perhatianku teralih ke balkon-balkon di sepanjang sisi kana dan kiri gedung. Begitu terbuka dan nyaman, angin pun berhembus bebas. Medan memang kota metropolitan bersuhu panas karena letak geografinya yang dekat dengan laut, tetapi tidak membuat gerah seperti di kota Jakarta sebab udara dingin berhembus dari gunung dan Bukit Barisan.
Kami menelusuri koridor, menuju ruang kerja kakak. Koridor itu dilengkapi dengan kursi-kursi di mana mahasiswa-mahasiswa suka duduk di sana. Ada satu ruang kelas yang terbuka pintunya. Melalui celah itu dapat kulihat bahwa kelas itu berkapasitas kira-kira kurang dari 50 orang, benar-benar sistem belajar yang komprehensif menurutku. Sampailah kami di ruang kerja kakak. Ada dua orang dosen perempuan di dalam ruangan itu. Kedatanganku sedikit menyita perhatian mereka berdua yang sedang asyik mengetik sesuatu di komputer. Jujur saja, jantungku pun deg-degan sejak memasuki gedung FIS ini. Aku ini bukan mahasiswa Unimed, bukan juga dosen. Aku mengenakan sendal, bukan sepatu. Penampilanku biasa saja pagi ini, hanya mengenakan kaus dan rok. Setidaknya bila aku berpakaian rapi, orang-orang bisa saja mengira aku ini mahasiswa pasca sarjana, asisten labor atau apalah. Berjalan di samping kakak yang berpakaian rapi dan formal, benar-benar membuatku malu. Aku pikir,
aku telah membuat kakak malu karena mengunjungi Unimed dengan pakaian ‘cuek’ pada hari itu.
Kunjungan tidak berlangsung lama, tetapi hatiku sangat senang. Bisa menghadiahkan sesuatu kepada teman lama sebagai simbol persahabatan memberikan kegembiraan. Bisa mengunjungi seorang teman lama yang telah sukses dan sangat sibuk hingga harus membuat janji dulu bila ingin ditemui, memberikan kenangan yang indah. Aku mengutip pelajaran dari seorang teman berinisial ‘Babyblue’, agar meluangkan waktu untuk bersilaturahmi dengan teman lama yang susah ditemui. Waktu itu Babyblue bilang, "makan malem bareng dan mengobrol selama setidaknya satu jam bersama teman yang susah ditemui sudah lebih dari cukup." Bisa mengunjungi Unimed untuk pertama kali dalam seumur hidup merupakan kebanggaan.
Aku menjabat erat jemari kakak, sosok yang sangat aku hormati sepanjang hayat. Teringat kembali masa-masa Kepramukaan dulu di mana solidaritas anggota Pramuka terbentuk dan benar-benar murni dan permanen. Kelak, aku akan merekomendasikan Pramuka sebagai ekskul utama yang harus diikuti oleh anakku. Kegiatan Pramuka benar-benar menanamkan jiwa sosial, dekat dengan alam, dan menumbuhkan solidaritas. Aku dan Oom beranjak pulang sambil melambaikan tangan ke arah kakak.

Categories: an Freunde denken

An Old Buddy Founded part II

October 13, 2009 Leave a comment

Nah, kebutulan adeknya si kakak adalah teman sekelas abangku waktu di SMU dulu. Nama adeknya Rozi dan nama abangku Ary. Mereka berdua terhubung oleh Facebook. Di Facebook milik Rozi itu lah aku cari nama kakak dan voila! aku menemukannya! wuiiih…suenengnya gak ketolongan. Aku menemukan kakaaaak! teriakku pada waktu itu. Hahaha…
Beneran! hatiku sueneng banget. Dulu kakak itu begitu bersinar di mata kami. Bagiku pribadi, kakak adalah seorang panutan dan pemotivator sejati. Aku banyak belajar dari kakak sedari SMU dulu, bahkan sampai sekarang. Wah kalo dijabarkan di sini terlalu panjang dan gak etis. Aku ingin para pembaca sendiri yang mencari tahu seperti apa sosok kakak yang sedang aku bicarakan di sini. Di jamin, kalo udah berteman dengan kakak pasti gak mau berhenti mengobrol dengan dia.
Mereka banyak berubah physically and mentally. Cerita tentang Mira akan dituliskan di lain rubrik. Di sini aku bercerita tentang kakak dulu. Jadi si kakak sudah berubah physically and mentally. Wajahnya masih tetap manis seperti dulu meskipun sudah tidak muda lagi. Bukan begitu kak? hahahaha…kalo dulu kakak gak mengenakan kacamata sekarang mengenakan. Siapa sangka si kakak sekarang berprofesi sebagai dosen? awalnya aku malah menduga kakak berprofesi sebagai pemerhati politik dan ternyata dugaan itu salah. Tapi memang seperti itulah si kakak sedari dulu; senang bercanda, mengobrol, masih addict dengan buku, apalagi? dari dulu kakak memang seorang perencana yang bagus. Pasti, ada beberapa sifat dan karakter lainnya yang berubah. Misalnya kalau dulu kakak itu pemalu, sekarang malah malu-maluin. Ahahaha…ini beneran. Aku memperhatikannya secara kasat mata saja. Tidak usahlah aku ceritakan di sini soalnya bisa malu si kakak kalau dia membaca tulisan ini. Lagipula, aku gak akan menilai kakak lebih rinci sebab aku bukan ahlinya dalam menilai pribadi orang lain.
Aku gembira, sangat gembira karena di penghujung tahun ini aku bertemu kakak kembali. Bisa menjadi teman kakak merupakan kebanggaan. Baiklah, mungkin reaksiku sedikit berlebihan dalam hal ini. Tapi begitulah yang aku rasakan saat ini. Ada istilah seperti ini, “dapat kawan baru, lupa kawan lama.” artinya seseorang bisa dengan mudah melupakan orang-orang terkait dalam kehidupannya di masa lalu dengan beribu-ribu alasan. Tapi si kakak gak seperti itu, itulah yang membuatku senang setengah mati. Terima kasih ya Kak karena telah sudi menjadi temanku. Owh! sampai sekarang aku masih gak percaya bahwa kakak mau berteman denganku, serius! Aku kan udah bilang dari awal, dulu kakak begitu bersinar di mata kami. Kami yang masih culun itu, hihihi.
Waktu bulan puasa kemarin, ada acara tahunan yang digelar di depan Istana Maimun. Nama acaranya, Ramadhan Fair. Aku sengaja mengatur waktu agar kami bertiga; aku, Mira dan Kakak bisa bertemu dalam satu momen. Aku dan Mira menunggu kakak selama dua jam. Hahaha, ini adalah kejadian yang ke dua kalinya di dalam hidupku yaitu menunggu seseorang bersama Mira, sekali lagi bersama Mira! Akhirnya, kakak pun datang. Kami segera mencari tempat yang asik untuk mengobrol panjang-lebar. Sayang, gak lama hujan pun turun. Pertemuan pun terpaksa berakhir, tapi…hahaha…ini berkat Mira juga kami akhirnya memiliki satu foto bersama pada hari itu. Hanya satu foto yang bagus, selebihnya ancurrr…hahaha…
I am so lucky coz we’re a bestfriend. Kakak means a lot in my life and our friendship is the precious thing for me. I wish that our friendship will be evergreen. If you ask me,why? I haven’t found the answer yet. It’s just what I’m feeling.

[title An Old Buddy Founded…Part Two

Categories: an Freunde denken

An Old Buddy Founded After Years

October 13, 2009 Leave a comment

“Kakak”, aku memanggilnya begitu sejak dulu. Bahkan hingga saat ini aku masih memanggil dirinya “kakak”, padahal udah hampir delapan tahun berlalu. Dulu kakak adalah pembina di PRAMUKA di sekolahku. Sudah menjadi tradisi di PRAMUKA untuk memakai sebutan “kakak” kepada senior atau kakak pembina, pria ataupun perempuan. Nah, dari kegiatan PRAMUKA pula aku mengenal kakak, si kakak yang bernama Iqbal.
Bila ditanya, kapan pertama kali berkenalan dengan kakak? hahaha…aku yakin bila kakak dilontarkan pertanyaan yang sama, pasti bingung. Bukan begitu, kak? Jadi seingatku, kami anggota Pramuka pernah berkemah di sekolah pada akhir tahun 2000. Perkemahan itu bertujuan untuk konsolidasi dan melantik para calon anggota Pramuka baru. Pada hari pertama kami disibukkan dengan berbagai kegiatan solidaritas; mulai dari membersihkan ruang kelas bersama, membentangkan tikar agar peserta dan panitia dapat beristirahat, memasang kain penutup jendela dan mengumpulkan peralatan logistik. Ketika hari mulai malam beberapa orang dari kami ditugaskan untuk menyisir jalur yang akan dilalui oleh junior, memasang kode-kode perintah dan informasi yang nanti akan digunakan oleh calon anggota Pramuka yaitu junior kami, sementara aku dan beberapa teman bertanggung jawab menjaga tenda, logistik dan regu-regu junior. Pak Nuri dan kak Tarman, mereka itu pembinanya, memberi beberapa materi survival dan kode-kode yang lumrah digunakan dalam Pramuka. Pak Nuri adalah pembina sekaligus guru biologi di sekolah, sebab itu kami memanggilnya “Pak Nuri”. Pada malam pertama itu, bukan ‘malam pertama’ pengantin yang aku maksud, melainkan malam di hari pertama berkemah saat itu. Jadi, pada malam pertama itu regu-regu junior akan diuji solidaritas, survival dan mentalnya. Kegiatan ini biasa disebut “jurit malam”. Entahlah, aku gak tahu kenapa disebut begitu. Inilah kegiatan yang sangat kami nantikan, bahkan alumni pun rela berkunjung ke TKP untuk sekedar melihat-lihat. Pukul delapan malam, kami semua makan malam bersama di dalam suatu ruang kelas yang sudah dikosongkan sedemikian rupa. Kemudian, masing-masing peserta dan panitia memperkenalkan diri. Aku memakai kata ‘peserta’ sebagai kata ganti ‘junior’ dan kata ‘panitia’ sebagai kata ganti ‘senior’ supaya mengabur status senioritasnya, meskipun senioritas tampak nyata di Pramuka. Pak Nuri dan kak Tarman asik memperhatikan dan duduk bersila dengan santai di sudut ruangan. Inilah asyiknya mengikuti suatu kegiatan, berkenalan dan berinteraksi dengan banyak orang. Makan bersama, berkumpul, bercerita, bercanda atau hanya sekedar memberitahu ‘siapa aku’. Aku tidak ingat kegiatan apa yang dilakukan setelah acara makan malam. Tapi yang pasti, aku melihat dua orang yang wajahnya teramat asing bagiku datang ke sekolah dan sedang berbincang-bincang dengan teman-temanku sesama panitia, sesama anggota Pramuka. Aku lupa memberitahukan di awal, bahwa pada tahun itu statusku adalah siswa pindahan, ‘anak baru’ istilahnya. Makanya aku gak kenal kedua orang itu, dua orang yang manis-manis itu.
Hahahaha…siapa e kong lu o lang bo sui la aah…? hahaha… Pada hari itu lah, di malam itu lah aku mengenal kakak. Saat itu kakak sudah menjadi mahasiswa di USU (Universitas Sumatra Utara). Sejak hari itu pula kami sering bertemu kakak ketika latihan Pramuka di hari sabtu tiap jam tiga sore. Sayang, kakak gak pernah ikut camping bersama kami di sekolah dan Sibolangit. Sangat disayangkan juga, aku dan teman-teman Pramuka gak bisa ikut Jambore Nasional akibat lambatnya koordinasi, rumitnya birokrasi dan kami cukup disibukkan oleh kegiatan belajar di sekolah. Kalau gak salah, waktu itu kami dihadapkan pada ujian caturwulan dan kakak dihadapkan pada ujian semester. Akh, itu semua alibi belaka kupikir. Intinya kami semua kurang berminat. Kalo berminat, tentu saja diusahakan dengan sungguh-sungguh. Padahal pernah suatu hari kak Tarman, si kakak dan teman-teman Pramuka datang ke rumah baruku di kawasan Padang Bulan untuk membicarakan tentang persiapan Jambore. Aku ikut berjalan kaki bersama mereka menuju rumah yang jauhnya 1,5 Km dari gerbang perumahan. Maafku yang sebesar-besarnya kepada kakak dan teman-teman karena telah merepotkan kalian pada hari itu. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kakak dan teman-teman Pramuka karena telah sudi mampir ke rumahku yang jauh di mata.
Bagiku, kunjungan kalian ke rumahku pada waktu itu sangatlah berkesan. Sebab, kalianlah yang pertama dan terakhir datang mengunjungi rumahku sejak tempat tinggal keluargaku pindah ke Padang Bulan dari kawasan Kampung Baru. Hanya teman-teman Pramuka yang pernah datang ke rumahku, berkumpul, berdiskusi, bercanda dan makan siang bersama di rumahku. Ini beneran! Hanya kalian yang pertama dan terakhir. Bahkan sampai detik ini, gak ada teman-temanku lainnya yang sudi mampir ke rumahku di kawasan Padang Bulan untuk sekedar ngumpul-ngumpul. Alasan mereka, rumahku jauh. Makanya, momen itu sangat berkesan bagiku. Sebab itu pula, hingga tahun 2009 ini aku mencari-cari jejak kalian. Namun, hanya Mira (teman sebangku dan anggota Pramuka) dan kakak yang ketemu jejaknya di tahun 2009 ini. Kakak sibuk dengan kuliahnya, kami pun sibuk dengan persiapan menghadapi Ebtanas beberapa bulan ke depan pada waktu itu. Para Bantara yang baru telah dilantik, kepengurusan pun diserahkan kepada mereka. Kami gak pernah lagi bertemu dengan kakak, aku dan kakak pun gak pernah lagi ngobrol-ngobrol panjang via telepon hingga perjumpaan kembali dengan kakak di tahun 2009 ini. Kelulusan SMU adalah akhir dari segalanya, perpisahan total terhadap teman-teman Pramuka dan kakak. Aku harus hijrah ke Bandung untuk melanjutkan studi. Pada zaman itu, gak banyak teman-teman yang menggunakan hape apalagi e-mail. Mira dan kakak sudah punya tapi aku gak tahu nomornya. Ingin menelepon ke rumah kakak dan Mira, tapi aku lupa di mana aku mencatat nomor mereka. Kalaupun ada, belum tentu aku menelepon mereka sebab tarif interlokal pada zaman itu masih mahal. Oh ya apa kabar dengan wartel di zaman sekarang ini? masih eksis kah? aku sendiri belum punya hape pada zaman itu. Lagipula saat itu nomor perdana mahal sekali, kalo gak salah harganya di atas 100rb. Aku membuat e-mail address pada tahun 2002. Aku masih ingat situs chatting yang paling digandrungi oleh para remaja pada tahun 2001-2002, yaitu MIRC dan ICQ. Bener gak? terus, e-mail server yang terkenal di indonesia pada tahun 2001-2002 adalah Plasa, Hotmail dan Yahoo.
Itu cerita sekitar tujuh tahun yang lalu, ketika kami; aku, kakak dan teman-teman Pramuka, masih bersatu dan akrab. Sekarang ya sudah terpisahkan oleh jarak, komunikasi pun terputus. Pada tahun 2005, aku mencari jejak kakak di salah satu situs jaringan sosial yang terkenal di Indonesia tapi hasilnya nihil. Begitu juga dengan pencarian jejak Mira. Mungkin mereka belum tertarik dengan situs jaringan sosial itu entah apa alasannya. Penting bagiku untuk menjalin komunikasi dengan mereka meskipun di dalam dunia maya. Sebab, momen-momen bersama mereka begitu membekas. Ingin rasanya mengulang kembali momen-momen semasa SMU dulu, masa di mana mereka ada. Mengobati rasa rindu, itu intinya. Sekarang di tahun 2009 ini, kami yaitu aku, mira dan kakak
dipertemukan kembali. Aku mendatangi kediaman orangtua Mira dan untungnya di sana aku bertemu dengan Mira. Aku kira setelah
pernikahannya dia gak tinggal bersama ortunya lagi dan ternyata perkiraanku itu salah. Kok bisa ketemu kakak?

Categories: an Freunde denken